Saya pernah diajak orang untuk ikut berzikir bersama disebuah lapangan di kota Padang. Ketika saya tanyakan padanya, “Untuk apa kita berzikir bersama?” jawabnya: “Ya, guna memohon pada Alloh agar terhindar dari bencana/musibah”. Saya jawab: “Bagus itu berzikir, karena kita memang disuruh untuk banyak berzikir pada Alloh baik pagi maupun petang, kapan dan di mana saja”. Saya katakana padanya, “Apakah Tuhan tidak murka pada kita, ibaratnya saja memasang helm ketika kepergok dengan polisi, saya pasang helm tentu polisi akan marah, karena yang saya lakukan adalah kepura-puraan bukan kesadaran yang timbul dalam diri saya untuk patuh pada aturan secara permanen. Bila datang dan banyak musibah kita baru berzikir dengan dikoak-koakkan di lapangan, kadang dengan protokoler yang ketat dihadiri pejabat-pejabat teras, rampung kasadonyo. Dicari dan diundang orang-orang elit nan pandai jo suaro rancak malantunkan zikir, kalau paralu jo tangih dibuek-buek kalau aia mato tidak keluar, air liur pun bisa digunokan mambasahi muko, tando awak urang khusuk dan paduli jo Tuhan. Paduli jo rakyat menandakan agama kito pacik arek jo ganggam taguah, menunjukkan ka urang banyak sebagai komunitas religius dan taat agama”.
Zikir berjemaahlah yang menjadi trend di nagari kita yang selalu dirundung musibah ini tak terhitung sudah berapa kali setiap tahun, mungkin dari segi biaya yang dikeluarkan sudah cukup banyak juga karena mengundang orang-orang tersohor. Mengapa musibah silih berganti juga datangnya?
Setelah saya renungkan dengan dalam dan sungguh-sungguh, saya simpulkan mungkin antara zikir bersama dengan zakar bersama (perbuatan penyalahgunaan zakar atau alat kelamin yang salah) telah terjadi perlawanan, nama Tuhan dilantunkan juga sedang maksiat mungkin diabaikan, dibiarkan terus jalan. Zikir bersama tak didengar Tuhan lagi, gelombangnya terhimpit oleh gelombang zakar bersama.
Zakar bersama terus dan tak dibendung sedangkan zikir bersama diadakan juga, maka inilah yang mencampur aduk yang hak dengan yang bathil sudah terjadi (lah bacampua cindua jo salemo, bajilemak peak). Barangkali inilah yang memicu terjadinya musibah beruntun di negeri ini, maka jika kita benar-benar kembali ke jalan Tuhan, zikir bersama tak usah dikoordinir yang penting arahkan semua tenaga untuk membendung zakar bersama dalam segala lini kehidupan masyarakat, mudah-mudahan musibah dapat terhindarkan dan azab siksa yang mengerikan tidak terjadi. Zakar bersama yang haram kita tinggalkan dan itulah esensi daripada zikir. Kita menyebut Tuhan tidak hanya semata dimulut lagi akan tetapi dengan perbuatan amal.
Mereka mengeluh menangis dan menenggadahkan tangannya kelangit berdo’a kepada Tuhan sedang yang dimakannya haram yang diminumnya haram dan dia dibesarkan dengan yang haram, bagaimanakah Tuhan akan mengabulkan permintaannya. (Al Hadist).
Zikir bersama tidak akan bermakna sekiranya zakar bersama jalan terus dan tidak dicegah dan dilarang kecuali bila negeri ini mengasaskan falsafahnya menjadi negara sekuler dan tidak berketuhanan, selama kita berfalsafah Pancasila dan dalam amal sehari-hari bertentangan dengan falsafah tersebut selama itu pula lah negeri ini akan selalu dirundung musibah bencana. Ambil pelajaranlah wahai orang-orang yang berpandangan, berakal dan bermata hati agar kita semua mendapatkan kemenangan dunia dan akhirat.